Friday, November 02, 2007

Muslim Australia Janji Bantu Korban Gempa Sumbar

Nopember 1st, 2007 in Daerah |

Padang ( Berita ) : The Foundation of Islamic Studies and Information (FISI) — organisasi penggalang dana muslim dari beberapa negara termasuk asal Indonesia– di Australia, berjanji akan menyalurkan zakat untuk meringankan beban kaum muslim di Sumbar, yang menjadi korban gempa bumi dan masyarakat miskin provinsi itu.

“Dulu FISI sudah menyalurkan zakat terpusat ke Jakarta, tetapi berkali-kali ditelpon tetap tidak ada bukti bantuan tersebut sudah disalurkan dengan baik, terkait belum adanya lembaga dipercaya semacam BAZ, sehingga keberadaan BAZDA Padang makin memudahkan penyaluran zakat itu,” kata Syamsiah Hadi, seksi pendidikan FISI, disela Konferensi Zakat Asia Tenggara (KZAT) II, berlangsung pada 30 Oktober - 3 November 2007 di Padang, Rabu [31/10].

FISI sudah lima tahun berdiri di Australia, keberadaannya membantu menghimpun dana zakat, infak dan

sadakah yang disalurkan pada muslim (miskin) dunia yang membutuhkan.

Sepasang suami isteri itu menetap di Australia sejak tahun 1981, dan keduanya lulusan master universitas Al Azhar Kairo.

Menurut Syamsiah, muslim di Australia ada sekitar 5 juta orang berasal dari berbagai negara termasuk Indonesia.

“Kita tidak mematok target pengumpulan zakat, infak dan sadakah, biasanya terkumpul dalam Ramadhan dan menjelang Idul Fitri. Selain itu bantuan dihimpun melalui pekan raya dan pameran Islam,” katanya.

“Kendati baru pertama datang ke Padang, Sumbar, hanya mengikuti KZAT II ini, setelah ini selain membantu menyalurkan zakat, FISI mencoba untuk menyalurkan buku-buku bagi kemajuan pendidikan di daerah ini,” katanya.

FISI sleian bergerak menghimpun zakat, juga membina para mualaf dari berbagai bangsa tiap tahun biasanya 15-20 orang, tambahnya. ( ant )

Fauzi Bahar dan Target Zakat Rp30 Miliar

Rabu,31 Oktober 2007
PADANG - Warga Padang awalnya tidak tahu, jika kemudian Waliko­tanya, Fauzi Bahar gandrung mengurus hal-ikhwal ajaran Islam. Ia mengurus pemberantansan maksiat, judi. Ia menganjurkan anak sekolah (Muslim) untuk memakai jilbab. Ia menggalakkan didikan subuh, pesantren Ramadan, memasyarakatkan Asmaul Husna. Kemudian zakat. “ Nan indak-indak sae karajo walikota ko mah,” kata sejumlah politisi ketika itu. Tapi kemudian, dari rumah-rumah di pinggir kota , dari ibu-ibu batalakuang , dari orang-orang di Kuranji, Koto Tangah, Bungus, dan lainnya datang pujian. “Ebat walikota den ko, ” kata mereka.

Ibarat seorang marketing , Fauzi menemukan pasar potensial. Ia menggalas di sana . “Zakat, zakat, zakat,” teriaknya. Ada yang tertarik, ada yang tidak. Tapi, ia terus bajojo. Tahun 2006, dagangannya laku. Ia berhasil meraup Rp1 miliar dari jualan zakatnya. Inilah untuk pertama kalinya dalam sejarah Padang , pemerintah dan Badan Amil Zakat (BAZ) Padang berhasil menghimpun zakat sebanyak itu. Maka dibantulah orang miskin. Buya Salmadanis dipercaya sebagai ketua BAZ, sedang mantan ketua DPRD Padang, Maigus Nasir menjadi koordinator harian BAZ. BAZ kemudian sudah memperbaiki puluhan rumah penduduk kota yang tak layak huni, memberikan bantuan modal kerja. Untuk hal-hal semacam itu, memang harus ada orang yang serius mengurusnya. Dan BAZ Padang siap untuk itu.

Target Rp30 miliar
Dua atau tiga tahun ke depan, Fauzi Bahar menargetkan di Padang bisa dikumpulkan zakat Rp30 miliar/tahun. Jika jadi kenyataan, maka BAZ akan menyebarnya untuk orang miskin yang jumlahnya bertambah banyak. Fauzi Bahar ketika ditanya kemarin, yakin target itu bisa terca­pai. “Tapi syaratnya, wajib zakat harus percaya dulu pada BAZ,” katanya. Itu yang sudah tumbuh saat ini. BAZ telah dipercaya, karena keuangannya transparan. “Tidak mungkin sakali tembak jatuah sadoe, ” kata Fauzi. Maksudnya, tidak mungkin baru bergerak hasilnya akan maksimal seketika. “ Ada tahapan, dan kita berharap setahun, dua atau tiga tahun ke depan, capaian pengumpulan zakat akan bertengger pada angka Rp30 miliar setahun,” katanya. Target Rp30 miliar, bukan utopia, karena jumlah wajib zakat cukup banyak. Apalagi jika mereka bersama-sama dengan kesadaran sendiri menyerahkan zakatnya ke BAZ.

Konferensi zakat
Departemen Agama menunjuk Padang sebagai kota percontohan manaje­men zakat. Ini, menurut Fauzi Bahar, bukan sembarang tunjuk. “Departemen Agama bekerja dan menilai dengan sungguh-sungguh,” kata dia. Karena Padang adalah kota percontohan, maka Konferensi Zakat Asia Tenggara II dilaksanakan di kota ini. “Ini berkat kerja keras masyarakat, tokoh, ulama, pemerintah, DPRD Padang dan pers,” kata Fauzi Bahar pula. Pers, katanya, berada di titik tengah di simpang lima . “Posisinya strategis sekali, pers sangat membantu, karena itu, Pemko berter­imakasih,” kata dia pula. Ia juga memuji Dompet Dhuafa Singgalang (DDS) yang sudah kian melaju. “Singgalang dengan DDS-nya sangat membantu munculnya kesadaran warga untuk berzakat,” kata dia.

Kesadaran berzakat, kata Fauzi, sebenarnya hal yang paling menda­sar bagi seorang Muslim berpunya. “Zakat itu wajib dalam Islam,” tutur dia. Undang-undang pun mengaturnya. Fauzi bermimpi, suatu hari kelak, warga Padang merasa tidak nyaman, kalau tak membayar zakat. “Hatinya gelisah saja, ia merasa berdosa,” ujarnya. Sekarang sudah begitu, tapi belum terpola. Pembayaran zakat masih sendiri-sendiri dan tidak untuk keperluan produktif, tapi lebih pada konsumtif. “Kekuatan zakat sangat dahsyat, bisa mengikis habis kemiskinan, asal zakat itu terkumpul di tangan profesional, bertanggungjawab, terbuka, jujur dan transparan. Untuk itu saya akan bekerja keras,” uangkap dia pula. khairul jasmi

Satu Satunya Di Dunia Pembukaan KZAT Di Lapangan

PADANG--Hari kedua, Konfrensi Zakat Asia Tenggara (KZA) yang dilaksanakan di Kota Padang berlangsung meriah. Suara musik Orkes gambus Alwathan tampil dengan merdu mengiringi lagu-lagu bernuansa Islami di depan gredung Bgd Aziz Chan, tempat pelaksanaan Islamic Fair. Pelaksanaan dan pembukaan Konfrensi Zakat Asia Tenggara di lapangan hijau Imam Bonjol yang dibuka oleh Menteri Sosial RI menjadi catatan sejarah penting dipentas nasional.

Kenapa demikian, Kata Kabag Binsos Pemko Padang Zabendri, SH, biasanya dimana saja, di dunia ini konfensi ini dilaksanakan di dalam gedung yang megah. Tapi Pemko Padang mampu melaksanakan pembukaan Konfrensi Zakat tingkat Asia Tenggara di lapangan Imam Bonjol. Hanya dengan pentas berukuran lebar 5 meter dan agak memanjang, Mensos Ri Bachtiar Chamsyah, Ketua Baznas Prof Dr. Didin Afiududin, Patrialis Akbar, Walikota Fauzi Bahar, Wakil Walikota Yusman Kasim, peserta konrensi Zakat, dari Jerman, Malaysia dan dari negera lainnya duduk bersila diatas pentas. Ini cukup menakjubkan.

Selain itu, Zakat bukan untuk orang yang berdasi, tapi untuk semua umat Islam. Silahkan saja orang berdasi itu (mustahik) jadi pembicara, namun Zakat untuk para Muzaki, kata Zabendri Rabu (31/10) di ruang kerjanya.

“kita berharap konfensi Zakat Asia Tenggara yang kedua di Kota Padang melahirkan resulusi dan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kepedulian masyarakat untuk berzakat. Umat yang berpunya, benar muncul kesadaran yang tinggi untuk berzakat. Sehingga kemiskinan dapat terata­si di kota tercinta ini.” Wan rais

Zakat Diharapkan Dapat Tuntaskan Kemiskinan

Padang (ANTARA News) - Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah menyatakan yakin kemiskinan dapat ditekan melalui zakat, dan para muzaki (pemberi zakat) perlu terus didorong agar mau berzakat.

"Para pemberi zakat perlu terus didorong, ini penting sebab kelemahan kita selama ini dalam menuntaskan kemiskinan, takut mengeluarkan zakat," kata Mensos Bachtiar Chamsyah, ketika membuka secara resmi Konferensi Zakat Asia Tenggara, di Padang, Selasa sore.

Pembukaan Konferensi Zakat Asia Tenggara di pusatkan di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Imam Bonjol Padang, dihadiri sekitar lima ribu warga berasal dari 11 kecamatan di Kota Padang, mulai dari pelajar, PNS guru, PNS di jajaran Pemko Padang dan warga.

Peserta konferensi berasal perwakilan MUI, Bazda, seluruh Indonesia, delegasi luar negeri di antaranya Singapura, Malaysia, Brunai, Australia, serta tim pemantau dari Jerman.

Jumlah keluarga miskin Indonesia, menurut Mensos, kini tercatat 31,7 juta jiwa.

"Jika 40 persen dari 220 juta jiwa penduduk Indonesia mau berzakat, angka kemiskinan tentu dapat terus ditekan," katanya.

Ia mengatakan, masalah kemiskinan adalah masalah yang cukup besar dihadapi bangsa Indonesia, sekaligus menjadi masalah dunia. PBB pun menyatakan kemiskinan musuh umat manusia.

Mensos mengatakan tidak ada orang yang jatuh miskin setelah berzakat, Allah SWT justru akan memberikan rahmat berlipat lebih dari harta yang dimiliki.

Indonesia adalah negeri yang beradab, karena itu warga patut mendukung kota Padang menjadi sekretariat bersama pengumpul zakat di Indonesia.

Ia menjelaskan, pentingnya umat Islam berzakat, diperintahkan dalam Al Quran. "Sebanyak 23 ayat dalam Al Quran, menerangkan tentang zakat, bahkan 82 ayat lainnya dalam Al Quran menerangkan `wa aqimussallah, wa atuzzakah, (dirikanlah sholat dan tegakkanlah zakat -red)," katanya.(*)

Perlunya Standarisasi Zakat

Padang Media

01-11-2007

PADANG –Seluruh Badan Amil Zakat (BAZ) di Indonesia perlu melakukan standarisasi dalam pengutipan zakat. Karena dengan standarisasi, masyarakat pembayar zakat yakin terhadap pengelolaan zakat yang mereka tunaikan.

”Standarisasi itu perlu. Gunanya agar pembayar zakat yakin pada pengelolaan zakat yang mereka bayarkan,” ungkap Prof. Madya Dr. Abd Halim Mohd Noor, wakil ketua Institut Kajian Zakat (IkaZ) Malaysia kepada padangmedia.com Kamis (1/11), saat ditemui dalam acara Expo Zakat dan Islamic Fair di gedung Bagindo Aziz Chan, yang dibuka Rabu (31/10) lalu.

Melihat tingginya semangat seluruh BAZ di Indonesia, menurut Abd. Halim, hal itu merupakan potensi yang amat bagus untuk pengelolaan zakat jika dibanding dengan Malaysia tempatnya.

Namun Abd Halim agak mengesalkan dengan kurang sinerginya pemungutan zakat di Indonesia. ”Dari 400 lembaga BAZ di Indonesia, 48 diantaranya adalah termasuk golongan lembaga zakat besar. Tetapi mereka belum memiliki daftar terperinci tentang lembaga dan pemungutannya kecuali hanya anggaran pertahun,” tambah Abd Halim.

Dengan adanya Konferensi Zakat Asia Tenggara ke-2 ini, Abd Halim berharap adanya pengelolaan zakat yang lebih baik, khususnya di Indonesia. Sebab, dengan zakat bisa mengurangi jumlah masyarakat miskin di Indonesia yang sebagian besar adalah orang Islam. (faiz)

Konferensi Zakat Asia Tenggara II Digelar di Padang

Republika Online



PADANG--Konferensi Zakat Asia Tenggara II resmi dibuka. Bertempat di Lapangan Imam Bonjol Padang Sumatra Barat, Selasa (30/10) petang, acara yang dihadiri praktisi dan pengamat zakat dari Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam, Singapura, Australia, Jerman, Inggris, Turki dan Selandia Baru itu diresmikan oleh Mensos Bachtiar Chamsjah.

''Ini kelanjutan dari konferensi zakat pertama yang diselenggarakan dua tahun lalu di Kuala Lumpur,'' kata Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Prof KH Didin Hafidhuddin di sela peresmian. Namun, kali ini yang akan dijadikan tema utama konferensi adalah membumikan nilai zakat yakni etos kerja, kebersamaan, kejujuran dan kasih sayang.

Sewaktu di Kuala Lumpur acara diresmikan wakil PM yang ketika itu dijabat Badawi Abdullah. Saat itu Badawi meminta agar pengelolaan zakat Serantau (Asia Tenggara) lebih dikoordinasikan sehingga manfaat dan maslahatnya lebih besar.

''Ternyata zakat itu bukan sekadar mengambil 2,5 persen dari harta orang-orang kaya untuk disalurkan kepada kaum dhuafa, lebih dari itu, zakat juga menyimpan nilai etos kerja,'' kata KH Didin. Artinya, kata dia, orang-orang yang suka berzakat adalah pasti orang yang memiliki akhlak dalam bekerja, bukan orang yang mau mengambil harta sembarangan terlebih dari hasil korupsi.

Selain itu, zakat juga mengemban misi nilai kebersamaan dan kasih sayang. ''Nilai-nilai seperti ini yang perlu kita bangun,'' tegas Guru Besar IPB ini menjelaskan. Karena itu, kata dia, harus dihapus kesan bahwa zakat itu semata-mata mengambil uang atau harta untuk diberikan kepada kaum dhuafa.

''Buat apa berzakat kalau etos kerjanya, etika bekerja serta kasih sayangnya tidak bertambah?'' tandas KH Didin. Menurut dia, jika masih sebatas berapa potensi zakat yang seharusnnya dimanfaatkan, maka konferensi kehilangan makna karena hanya bicara seputar 2,5 persen.

Ia menyebutkan, jika umat Islam sudah memahami dengan baik nilai-nilai yang ada pada zakat, maka mereka tidak akan segan-segan untuk mengeluarkan zakat. ''Lihatlah para sahabat membayar zakat. Usman bin Affan, ungkap KH Didin, berinfak dengan seratus ekor unta. ''Itu setara Rp 2 miliar kalau kita hitung sekarang.''

Jadi, ayat-ayat yang berkaitan dengan zakat yang turun di Makkah adalah ayat tentang nilai. Sedangkan masalah hukumnya baru dijelaskan pada ayat-ayat setelah Madinah. ''Zakat akan memberikan keberkahan, zakat itu berkaitan dengan keimanan, berkaitan dengan etos kerja,'' jelasnya. dam

Meeting Dewan Zakat di MUIS, 2006

PERADABAN ZAKAT DAN AGENDA PENCERDASAN UMAT

Fajar Riza Ulhaq

Menyalurkan zakat bukan sebatas berderma - yang sebagian besar masih bersifat konsumtif - tetapi harus betul-betul menyentuh dimensi pemberdayaan masyarakat sehingga mereka sadar serta mampu memperjuangkan hak-hak dasarnya sebagai warga negara bahkan manusia pada umumnya. Gerakan zakat, infak, dan sedekah yang sempat dicanangkan pemerintah pada bulan Oktober 2005 dirasa masih belum optimal karena sudut pandang terhadap ketiga elemennya tidak berkolerasi langsung dengan konteks struktural masyarakat. Poinnya adalah analisis gerakan organisasi-organisasi pengelola zakat harus berdasarkan pada analisis struktural; kesenjangan ekonomi, kemiskinan struktural, keterbelakangan pendidikan, dan memperjuangkan akses-akses publik untuk masyarakat miskin.

Mengkorelasikan zakat dengan permasalahan struktural tentunya bukan hal yang baru. Penulis buku mengingatkan bahwa praktek pengelolaan zakat pernah menorehkan catatan emas pada saat pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Indikator keberhasilan tersebut adalah “tidak ada lagi yang mau menerima zakat, semua rakyat merasa sudah menjadi muzakki (pembayar zakat), bukan lagi mustahik (penerima zakat)” (draf, 7). Zakat dianggap telah berhasil mengentaskan kemiskinan pada masa itu. Tentunya keberhasilan Khalifah Umar menarik angka kemiskinan ke angka 0 tidak cukup dijelaskan dengan kaca mata tingkat kesalehan individu belaka namun juga harus dilihat secara makro serta konteks sosial-politik saat itu.

Pada dasarnya, masalah kemiskinan selalu berhimpitan dengan minimnya bahkan terkuncinya akses/kesempatan terhadap pendidikan, pekerjaan, dan sumber daya ekonomi. Yang harus dipentingkan dalam proses ini adalah mendongkrak kualitas ekonomi masyarakat miskin – yang sebagian besar umat Islam - dan akses mereka terhadap pendidikan. Dalam pidato iftitah di Tanwir Muhammadiyah tahun 2003, di Makasar, saya mengingatkan bahwa pilar untuk membangun bangsa yang sudah rapuh-renta karena digerogoti penyakit korupsi adalah perbaikan mentalitas dan sistem pendidikan kita yang kacau balau. Tanpa mengarusutamakan peningkatan kualitas pendidikan dan ekonomi masyarakat miskin dalam program-program aksi umat Islam, cita-cita untuk membangun peradaban zakat masih akan merupakan gumpalan asap gagasan.

Oleh karenanya, sebagai instrumen untuk membangun tatanan kemanusiaan-berkeadilan, reformulasi pengelolaan zakat tidak bisa tidak menyangkut permasalahan kemanusiaan yang bersifat struktural, utamanya kemiskinan, kesenjangan ekonomi, kebodohan, dan pengangguran. Muhammad Akram Khan dalam An Introduction to Islamic Economics (1994) memasukkan zakat sebagai elemen penting dalam gerakan pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan. Dalam konteks relasi masyarakat dan negara, institusi zakat bisa dianggap sebagai pranata politik kewargaan sehingga berorientasi pada pemenuhan hak-hak dasar warga negara, seperti pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, serta jaminan sosial.

Perkembangan Forum Organisasi Zakat (FOZ) dan Dewan Zakat Asia Tenggara (DZAT), seperti disinggung oleh penulis buku, merupakan harapan sekaligus modal penting untuk membangun komitmen kolektif di antara organisasi pengelola zakat pada skala luas. Jika ini terus bergulir dan diorganisir secara maksimal, zakat akan menjadi kekuatan tersendiri dalam kancah perekonomian global. Kesempatan ini sangat terbuka karena élan vital zakat adalah kepedulian terhadap domain-domain sosial-budaya marginal dan pemihakan terhadap distribusi keadilan.

Akhirnya, proyek peradaban zakat yang hendak ditawarkan tidak bisa hanya bertopang pada ketiadaan “kelas mustahik” dalam tubuh umat Islam namun juga harus disertai oleh political will dari setiap individu untuk mendistribusikan akses-akses terhadap sumber daya dan produksi yang dimilikinya secara tepat dan adil. Dengan begitu, zakat menjadi menjadi ujung tombak dalam agenda pengentasan kemiskinan dan pencerdasan umat. Di sinilah urgensi kehadiran lembaga-lembaga zakat. Semoga kehadiran buku ini mampu merangsang umat Islam secara umum untuk terus berjihad melawan kemiskinan, kebodohan, dan ketidakadilan ekonomi melalui pengorganisasian dan mobilisasi gerakan zakat. Wallahu`alam.

Rekomendasi Konferensi Dewan Zakat Asia tenggara ke-2

Konferensi Dewan Zakat Asia Tenggara (DZAT) ke-2 yang berlangsung di Padang – Sumatera Barat, 30 Oktober – 3 November 2007, menghasilkan 7 rekomendasi. Berikut rekomendasi tersebut.
• Pembentukan kementerian zakat. “Perlu dikaji dan dipertimbangkan agar peran organ pemerintah yang mengatur masalah zakat dapat ditingkatkan kapasitasnya. Baik dalam tingkatan kementerian atau minimal direktorat jenderal,” demikian Direktur Zakat Depag RI Nasrun Harun
• Pengurangan pajak oleh zakat. “Meminta kepada pemerintah dan DPR agar zakat dapat/boleh mengurangi pajak/cukai”
• Meminta pemerintah di negara-negara Mabims (menteri agama Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) mendukung, memfasilitasi dan membantu pengembangan Dewan Zakat Mabims sebagai wadah komunikasi dan kerjasama zakat di kawasan Asia Tenggara
• Organisasi atau institusi zakat di Negara-negara MABIMS harus terus meningkatkan kerjasama dalam rangka peningkatan kualitas pengelolaan zakat dan optimalisasi pendayagunaannya
• Di setiap negara berusaha menjalin koordinasi dan sinergi zakat seluruh
organisasi zakat dalam rangka optimalisasi penghimpunan dan pendayagunaannya,
sekaligus sebagai upaya penguatan ukhuwwah islamiyah dan kesatuan umat
• Meminta pemerintah, DPR, organisasi zakat dan masyarakat luas mengusahakan dan memperjuangkan agar UU yang berkaitan dengan zakat dapat diamandemen/direvisi sehingga zakat berperan secara maksimal sebagai sumber dana pembangunan umat
• Pengelola zakat dituntut untuk lebih meningkatkan kualitas pengelolaan yang amanah, transparan dan akuntabel
Rekomendasi ini diutarakan dalam konferensi pers yang berlangsung di Hotel Bumiminang, Jl Bundo Kandung, Padang, Sumatera Barat, Kamis (1/11/2007). Seluruh rekomendasi ini rencananya akan disampaikan dalam pertemuan menteri agama negara yang mayoritas rakyatnya beragama Islam. Acara tersebut dinamakan pertemuan menteri agama Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (Mabims).
Selain itu, konferensi juga mencalonkan lima nama yang dinomisasikan sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Zakat Asia Tenggara (DZAT). Yakni tokoh zakat Erie Sudewo, Ketua Umum Baznas Didin Hafidhuddin, Direktur Zakat Depag Nasrun Harun, staf ahli Menteri Agama Tulus, dan Ketua Forum Zakat Hamy Wahyudianto. (gah/detik/infokito)

Momentum Untuk Belajar Dari Tetangga

Drs Tulus

Tidak ada salahnya untuk mencoba. Rencana pembentukan Dewan Zakat Asia Tenggara dinilai merupakan langkah penting untuk memadukan koordinasi dalam upaya mengentaskan kemiskinan di tengah umat. Banyak pihak yang berharap banyak dari rencana ini.
Salah satu di antara yang mendukungnya adalah Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf Departemen Agama RI, Drs Tulus. Begitu mengetahui ada gagasan membentuk dewan zakat lintas negara, dia langsung menyatakan dukungannya. Bukan tanpa sebab dukungan itu diberikan. Seperti juga banyak kalangan yang lain, Tulus melihat bahwa memang masih banyak yang perlu dibenahi dari segi manajemen pengelolaan zakat di Tanah Air. Mulai dari kesadaran berzakat, profesionalisme pengelola dan implementasi peraturan.
Oleh karenanya,"dengan adanya dewan zakat itu nantinya, kita bisa sekaligus memanfaatkan momen tersebut untuk belajar dari negara tetangga mengenai pengelolaan zakat yang lebih profesional." Lantaran begitu pentingnya peran dewan zakat tersebut, Tulus pun mengaku turut terlibat sejak awal pertemuan pendahuluan pembentukan forum kerjasama ini. Berikut petikan wawancaranya:
Bisa dijelaskan tujuan mendasar dari rencana pembentukan Dewan Zakat Asia Tenggara?
Ide ini muncul pertama kali dari para lembaga pengelola zakat baik di Indonesia maupun di negara-negara Asia Tenggara yang lain. Karena ada kesamaan tujuan, visi dan misi, maka muncullah kesepakatan untuk mengkonkretkan gagasan tersebut. Kontak dan pertemuan pun lantas terjalin. Jadi ini bukan ide dari pemerintah. Mereka (lembaga zakat) berkeinginan melakukan koordinasi secara lebih baik di antara mereka dalam hal penyaluran, pertukaran informasi, pengelolaan dan manajemen maupun kerjasama kegiatan. Selama ini hal itu memang belum dilaksanakan.
Seperti kejadian bencana tsunami di Aceh. Kita lihat bagaimana masing-masing lembaga zakat, baik dari Indonesia, Malaysia, Singapura dan negara lain, punya program penyaluran bantuan sendiri. Tidak terkoordinasi. Sehingga ini perlu mendapat perhatian, karena jika sudah ada koordinasi, maka hasil yang bisa diberikan akan jauh lebih besar dan berdampak luas. Oleh sebab itulah kemudian mengemuka wacana pembentukan forum kerjasama lintas negara atau yang akhirnya disepakati menjadi semacam Dewan Zakat Asia Tenggara. Tujuan utamanya ya itu tadi yakni bagaimana menyamakan visi, misi dan langkah kerja dalam bidang zakat sehingga dapat terkelola dengan maksimal.
Bagaimana pemerintah menanggapi keinginan ini?
Pemerintah hanya mempunyai kewenangan regulasi, memberi motivasi, dan mengawasi, sudah barang tentu mendukung penuh ide tadi. Saya kira ini merupakan gagasan yang sangat baik, dan patut didukung tak hanya oleh pemerintah tapi juga segenap masyarakat. Adapun bentuk dukungan dari pemerintah sudah kita konkretkan dengan ikut serta dalam rapat perencanaan awal yang berlamgsung di Kuala Lumpur sekitar bulan lalu. Demikian pula dari pemerintah negara-negara Asteng yang lain, saya lihat juga cukup men-support pembentukan dewan zakat tersebut.
Itu baru bicara pertemuan awal. Nantinya sekitar awal bulan Pebruari tahun depan, sudah direncanakan akan digelar pertemuan pertama dalam rangka peresmian pembentukan dewan zakat, juga di KL tempatnya, dengan dibuka oleh PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi. Dari Indonesia akan kami mintakan kesediaan bapak Menteri Agama untuk juga memberikan makalah pada acara itu. Nah ini'kan juga merupakan wujud dukungan dari pemerintah yang ingin agar tujuan dari dewan zakat bisa terealisasikan.
Jadi memang dirasakan sudah mendesak?
Bukan mendesak sebetulnya, tapi memang perlu. Kenapa saya katakan demikian, koordinasi inilah kata kuncinya. Seperti sudah kita saksikan bersama pada peristiwa bencana di Aceh, antara lembaga-lembaga zakat belum ada koordinasi. Padahal dengan koordinasi, apapun bisa dilaksanakan dan lebih berdampak. Baik dari segi penyaluran, juga secara internal, dapat menumbuhkan dan mendorong ke arah profesionalisme pengelolaan zakat. Di samping itu keberadaan dewan zakat itu pun diperlukan jika menilik animo pertumbuhan LAZ dan BAZ yang makin bertambah dari tahun ke tahun.
Adanya dewan zakat ini diharapkan juga bisa meningkatkan menajemen pengelolaan zakat di Tanah Air?
Kita harapkan demikian. Kalau diperhatikan, segi manajemen zakat di Indonesia memang perlu ditingkatkan betul sehingga mencapai taraf yang sama dengan sejawatnya di luar negeri. Ambil contoh di Malaysia, pengelolaan di sana sudah benar-benar profesional, bahkan ada di satu negara bagian yang telah menerima sertifikat ISO.
Kenapa bisa demikian? Karena yang pernah kami lihat sendiri ketika melakukan studi banding sekitar dua tahun lalu, pengelolaan zakat itu dilaksanakan oleh tenaga-tenaga muda yang ahli di bidang agama, perpajakan lain-lain. Mereka full time di sana. Berbeda dengan di Indonesia, tenaga pengelola zakat biasanya yang tua-tua, pensiunan sehingga kesannya seperti kenduri. Hal-hal semacam inilah yang kalau bisa kita tiru, maka akan sangat bermanfaat bagi upaya pemaksimalan pengelolaan zakat.
Menilik dari negara jiran, hal mendasar apa yang perlu dibenahi dalam hal pengelolaan zakat ini?
Kesadaran berzakat menjadi salah satu faktor utama yang harus terus ditingkatkan di masyarakat dan para pengelolanya. Sebagian kita mungkin ada yang mengira, kalau sudah bayar zakat fitrah, ya selesai semua. Padahal 'kan tidak seperti itu, masih ada kewajiban-kewajiban zakat yang lain yang perlu ditunaikan, semisal zakat profesi, zakat harta, dan sebagainya. Juga selain itu kesadaran agar membayar zakat melalui lembaga tidak secara langsung. Dengan berzakat lewat lembaga, tentu akan mudah terkontrol dan pada akhirnya, penayluran menjadi lebih terarah serta terprogram. Kesadaran ini belum merata di masyarakat sehingga secara kontinu perlu ditanamkan.
Masing-masing negara kan punya mekanisme sendiri dalam mengelola zakat. Apakah ini akan menjadi kendala bagi dewan zakat nantinya ?
Tentu hal tersebut juga sudah kita bicarakan bersama, sehingga dalam pertemuan tahun depan, diharapkan masaing-masing negara memaparkan segala hal menyangkut pengelolaan zakat. Dari situ lantas bisa dikaji mana yang mungkin dapat menjadi kendala untuk kemudian segera dicarikan solusinya. Namun perlu saya garis bawahi terpenting di sini adalah semangat untuk bekerjasama, yang dengan semangat itulah pada akhirnya masing-masing pihak akan dapat menyingkirkan perbedaan demi satu tujuan bersama. Mudah-mudahan tidak ada aral melintang.
Harapan jangka panjang terkait dewan zakat tadi?
Bahwa zakat ini nantinya dapat benar-benar mengentaskan kemiskinan di tengah umat. Maka dari itu, sudah pula dipikirkan kemungkinan penyaluran zakat lintas negara. Sebab jika ditilik, ada negara yang zakatnya cukup besar namun jumlah mustahiknya sedikit. Sebaliknya ada negara yang zakatnya pas-pasanan sementara fakir miskinnya banyak. Sehingga dari kelebihan di satu negara, bisa disalurkan ke negara lain. Hal tersebut memang masih harus dimusyawarahkan lebih jauh termasuk mengkaji apakah secara syariah dimungkinkan.

Indonesia Tuan Rumah Konferensi Zakat

Jakarta, CyberNews. Indonesia akan menjadi tuan rumah Konferensi Zakat Asia Tenggara II pada tanggal 30 Oktober sampai 3 November 2007. Kota yang dipilih sebagai tempat penyelenggaraannya di Padang, Sumatera Barat.

Konferensi ini kelanjutan dari Konferensi Zakat Asia Tenggara II yang berlangsung pada 13 – 15 Maret 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia.

Pada Konferensi Zakat Asia Tenggara II di Kuala Lumpur telah dicanangkan kelahiran Dewan Zakat Asia Tenggara (DZAT) sebagai organ penghubung institusi zakat dan masyarakat zakat di kawasan serumpun. DZAT juga diharapkan menjadi “majelis syuro” terhadap masalah-masalah zakat, sekaligus penetap standarisasi manajemen zakat di wilayah nusantara.

Dalam perkembangannya, karena lingkup aktivitas DZAT telah melampaui batas-batas negara, maka atas desakan perwakilan Singapura dan Brunei Darussalam, DZAT dimintakan untuk mendapatkan legitimasi dari Majelis Agama Islam Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).

Sebuah wadah kerjasama menteri-menteri agama negara-negara Asia Tenggara yang memiliki penduduk muslim dalam jumlah besar. Pada sejarah kelahirannya, Dewan Zakat Asia Tenggara ini digagas dan diperjuangkan oleh Dompet Dhuafa Republika, sebagai lembaga partikelir yang didukung Malaysia.

Melalui berbagai upaya dan langkah, akhirnya pada November 2006 dalam pertemuan MABIMS di Kuala Lumpur, DZAT diikhtiraf sebagai wadah resmi kerjasama zakat Asia Tenggara dalam lingkup MABIMS. Dengan pengakuan DZAT oleh MABIMS, maka untuk selanjutnya DZAT akan menjadi organisasi kerjasama zakat Asia Tenggara yang lebih bersifat resmi antar negara (G to G).

Konferensi kali ini diikuti oleh enam negara: Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Australia, Jerman. Untuk menyukseskan kegiatan KZAT II ini, Walikota Padang beserta segenap panitia dan masyarakat Padang telah menyiapakan event besar.

Pada pembukaan akan dikerahkan 20.000 orang yang berasal dari kalangan muzakki (orang kaya) dan mustahik (orang miskin), sekaligus akan dilantunkan Asmaul Husna oleh 10.000 pelajar kota Padang. Sementara untuk acara pembukaan pihak panitia telah bekerja keras untuk menghadirkan Presiden atau Wakil Presiden. Konferensi ini juga akan diisi dengan seminar yang menghadirkan para ulama dan pakar zakat dari Timur Tengah, Eropa, dan Australia.

Konferensi kali ini akan menjadi peristiwa penting karena akan menjadi forum untuk menetapkan platform organisasi, model struktur organisasi, lokasi sekretariat dan personil yang akan memegang amanah sebagai Sekretaris Jenderal.( mh habib shaleh/Cn08 )

Padang Diusulkan Sekretariat Dewan Zakat ASEAN

Padang Expres, Rabu, 31-Oktober-2007, 10:30:52
Padang, Padek—Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah yakin kekuatan zakat dapat menekan kemiskinan di Indonesia. Ini tergantung mau atau tidaknya umat muslim di negara ini untuk menunaikan rukun Islam ketiga tersebut
Ke depan, zakat harus dikelola secara modern dan profesional. “Andai sekitar 40 persen saja dari 90 persen umat Islam di Indonesia menunaikan rukun Islam ketiga ini, maka zakat dapat menekan kemiskinan di negara ini. Amat disayangkan, masih timbul sebuah kekhawatiran dari orang kaya dengan berzakat akan menjadi miskin,” kata Bachtiar Chamsyah, usai meresmikan Konferensi Zakat Asia Tenggara II, di Lapangan Imam Bonjol Padang, Selasa (30/10). Padahal, kata Mensos, menurut ajaran Islam tidak ada orang setelah membayarkan zakat menjadi miskin. Malah, Allah SWT memberikan harta yang lebih pada mereka yang membayarkan zakat. “Oleh karena itu, mari kita timbulkan keinginan membayarkan zakat,” imbau Bachtiar.

Persoalan kemiskinan, tambah Bachtiar bukan saja menjadi masalah Indonesia tapi juga dunia. Sehingganya PBB menjadikan kemiskinan sebagai musuh bersama umat manusia. “Melalui konferensi zakat ini akan memberikan solusi terhadap terciptanya upaya pengelolaan zakat terpadu di tingkat negara-negara ASEAN,” harapnya.Pembukaan konferensi dihadiri Menteri Agama diwakili Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama Nasaruddin Umar, Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Prof KH Didin Hafidhuddin, anggota DPR RI Patrialis Akbar dan Epyardi Asda, Gubernur Sumbar diwakili Sekprov Sumbar Yohanes Dahlan, Kakanwil Depag Sumbar H Darwas, anggota DPRD Sumbar Guspardi Gaus, dan Rektor IAIN Imam Bonjol Padang Prof Sirajuddin Zar.

KENANG-KENANGAN: Mensos Bachtiar Chamsyah menerima kaligrafi kenang-kenangan dari Wali Kota Padang Fauzi Bahar, saat pembukaan Konferensi Zakat Asia Tenggara II, di Lapangan Imam Bonjol, kemarin.

Selain itu, hadir pula Bupati Padangpariaman Muslim Kasim, Bupati Tanahdatar Shadiq Pasadiqoe, sejumlah unsur pejabat di lingkungan Pemko dan Muspida Kota Padang, 350 peserta dari delegasi 8 negara peserta konferensi (Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Australia, Qatar, Syria, Saudi Arabia, Jerman, dan Amman). Acara peresmian ini berlangsung semarak. Lapangan Imam Bonjol disesaki belasan ribu warga Kota Padang. Menteri yang urang awak itu disambut pupuik sarunai, gendang tasa, serta tari pasambahan sebelum menaiki panggung utama.

Sekitar pukul 18.00 WIB, Mensos secara resmi membuka pelaksanaan konferensi yang ditandai dengan pemencetan tombol sirine dan pelepasan balon. Usai pembukaan konferensi, Mensos juga meresmikan Islamic Fair dan Expo Zakat di Gedung Bagindo Aziz Chan. Gubernur Sumbar diwakili Sekprov Sumbar Yohanes Dahlan, dalam sambutannya menuturkan pelaksanaan konferensi zakat di Kota Padang, membuktikan kepercayaan publik terhadap Kota Padang yang berangsur membaik. Kepercayaan tersebut sekaligus sebuah recovery bagi Sumbar, khususnya Kota Padang, yang sempat terpuruk pasca-musibah gempa.

Padang Sekretariat Dewan Zakat ASEAN

Wali Kota Padang Fauzi Bahar dalam pidatonya berharap, melalui pelaksanaan konferensi zakat ini akan tercipta kesadaran bagi masyarakat Kota Padang untuk berlomba-lomba membayarkan zakat ke Bazda Kota Padang. “Saya yakin, zakat akan menjawab kemiskinan yang dikandung kota ini, karena potensinya mencapai Rp30 miliar pertahun.

Kalau ini maksimal maka bisa saja sekarang mereka menerima zakat besoknya akan menjadi wajib zakat,” tutur Fauzi. Dalam kesempatan itu, Fauzi juga mengusulkan kepada Mensos, untuk menjadikan Padang sebagai kantor sekretariat bersama Dewan Zakat ASEAN yang akan ditelurkan pada konferensi ini. “Saya mohon dukungan dan izin Pak Menteri untuk menjadikan kota ini sebagai sekretariat dewan zakat ASEAN,” pinta Fauzi. Gayung bersambut, Mensos Bachtiar Chamsyah dalam pidatonya merespons usulan Fauzi Bahar. Mensos langsung meneruskan usulan itu kepada Ketua Umum Baznas Prof Dr K H Didin Hafidhuddin, agar memberikan pertimbangan untuk menjadikan Kota Padang sebagai kantor sekretariat Dewan zakat ASEAN tersebut.

Sementara itu, Ketua pelaksana Prof Salmadanis dalam pidatonya, menyampaikan acara konferensi zakat Internasional ini merupakan sebuah momentum untuk menyadarkan warga kota dalam hal berzakat. “Akhir tahun ini, kita mempunyai target untuk mencapai total zakat terkumpul di Kota Padang sebesar Rp2 miliar.” Pada kesempatan itu, Fauzi Bahar menyerahkan kenang-kenangan berupa kaligrafi kepada Mensos. Acara pembukaan konferensi ini juga ditandai dengan pembacaan Deklarasi Zakat 2006 oleh perwakilan delegasi Indonesia dan Malaysia, pembacaan Asmaul Husna oleh Juara I Lomba Asmaul Husna Kelurahan Batu Gadang, Kecamatan Lubukkilangan, serta penampilan Gambus Al Wathan dan artis Ibukota Afriza KDI.

Terapkan di Jerman

Peserta delegasi Jerman Ahmand von Denffer, saat ditemui Padang Ekspres, mengatakan dirinya sengaja hadir mengikuti Konferensi Zakat ini, mempelajari pengelolaan zakat di Kota Padang, untuk diterapkan selanjutnya di Jerman melalui organisasi zakat Muslime Heffen ev Germany. Di Jerman, kata Ahmad, agama Islam menjadi agama ketiga terbesar setelah agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik. Saat ini ada sekitar 3,4 juta warga Muslim di Jerman, termasuk 220 ribu warga Muslim lainnya yang tinggal di Berlin. Sebagian warga muslim Jerman adalah muslim keturunan Turki. Selama ini, tambah Ahmad, dana zakat yang dikumpulkan Muslime Heffen ev Germany disalurkan kepada organisasi zakat Eropa lainnya, seperti di Turki, Bosnia, Palestina, Syria dan lain-lain. “Di Jerman sendiri, semua warganya tidak ada yang miskin. Makanya, dana zakat tersebut kita serahkan kepada sejumlah organisasi zakat di negara tetangga,” ulasnya.

Banyak Potensi

Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Depag, Nasaruddin Umar yang tampil seagai keynote sepeaker dalam seminar zakat, di Hotel Bumiminang, tadi malam, menyatakan, bahwa umat Islam memiliki banyak potensi yang belum termanfaatkan untuk pemberdayaan umat. Menurutnya, potensi itu tidak hanya zakat, tapi juga infak, sadaqah, fidyah dan berbagai kegiatan ekonomi serta kewajiban pembayaran dalam Islam bisa. “Terlalu kikir rasanya umat Islam jika hanya zakat yang bisa diberdayakan. Kita harus melihat saudara kita umat agama lain yang mampu menyisihkan beberapa persen miliknya untuk kepentingan saudaranya yang membutuhkan.

Pengertian zakat dilihat dari perspektif makhlaf memang hanya sebagai kewajiban ibadah untuk kepentingan individu. Namun, jika dilihat dari perspektif pemberdayaan umat, zakat tidak hanya sebatas itu. Zakat dan ibadah lainnya seperti infak, waqaf, dan sedekah sangat potensial dalam pemberdayaan umat jika dikelola dan dilaksanakan dalam artian luas dengan baik,” ujarnya. Ia menambahkan, pembayaran zakat yang hanya 2,5 persen dari penghasilan, dirasakan masih kurang jika segenap umat benar-benar ingin beribadah dalam pemberdayaan umat. “Dalam sejarah Islam, zakat bukanlah hal utama yang berpotensi dalam pemberdayaan umat. Pada masa itu, zakat tidak populer sebagai institusi dalam pemerataan umat Islam. Masih ada waqaf, infak, sadaqah, nazar dan harta rampasan perang sekalipun,” tambahnya.

Apa yang telah dilakukan oleh Pemko Padang dalam pelaksanaan zakat hendaknya bisa menjadi contoh untuk daerah. Wali Kota Padang, Fauzi Bahar mengapungkan idenya untuk pengelolaan potensi lainnya guna pemberdayaan umat.Bekerjasama dengan Taspen, kita membuka kesempatan untuk para pegawai memperoleh kesempatan menunaikan ibadah haji dengan biaya tabungannya sendiri melalui pengelolaan Pemko. Jika pada suatu saat mereka menginginkan untuk melaksanakannya dana tersebut akan dicairkan dan kekurangannya ditambah uang mereka pribadi,” (san/ril/ted/cr6)

Menanti Sekjen Dewan Zakat Asia Tenggara

Oleh : Sunaryo Adhiatmoko

30-Okt-2007, 01:18:46 WIB - [www.kabarindonesia.com]
KabarIndonesia - Pelaksanaan Konferensi Zakat Asia Tenggara (KZAT) II yang berlangsung di Padang, Sumatera Barat (Sumbar) mulai Selasa (30/10) diharapkan dapat membentuk komposisi kepengurusan Dewan Zakat Asia Tengggara (DZAT). Indonesia sebagai negara penggagas, berharap dapat mengambil posisi sebagai sekretaris jenderal pertama.

Panitia Pengarah KZAT II, M Arifin Purwakananta menyatakan, konferensi ini akan membahas dua isu penting, yakni mengenai aspek manajemen dalam pengelolaan zakat dan pembentukan kesekretariatan, karena sejak dibentuk tahun lalu, lembaga ini belum mempunyai struktur organisasi baku.

"Salah satu agenda penting konferensi adalah membakukan kesekretariatan, termasuk lokasi kesekretariatan dan penunjukan sekretaris jenderal pertama. Indonesia selaku salah satu negara penggagas Dewan Zakat Asia Tenggara berharap dapat mengambil peran dengan menjadi sekretaris jenderal pertama," kata Arifin Purwakananta kepada wartawan di Hotel Bumiminang, Jalan Bundo Kandung, Padang, Senin (29/10).

KZAT II di Padang yang berlangsung mulai 30 Oktober hingga 3 November 2007, akan diikuti delegasi dari empat negara penggagas, yakni Indonesia, Malaysia, Brunai Darussalam dan Singapura. Sementara delegasi dari negara peninjau antara lain datang dari Australia, Jerman, Suriah dan Thailand. Total delegasi sekitar 300 orang.

Disebutkan Arifin Purwakananta, konferensi ini merupakan kelanjutan dari Konferensi Zakat Asia Tenggara I yang berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia, 13-15 Maret 2006. Konferensi Kuala Lumpur itu menghasilkan Deklarasi Zakat 2006 dan sekaligus membentuk Dewan Zakat Asia Tenggara (DZAT) sebagai organ penghubung institusi zakat dan masyarakat zakat di kawasan serumpun.

DZAT juga diharapkan menjadi majelis syuro terhadap masalah-masalah zakat, sekaligus penetap standarisasi manajemen zakat di wilayah nusantara. Sehingga pada akhirnya tercipta standar manajemen pengelolaan zakat yang baik dan dapat diterapkan secara global.

Peran Indonesia
Mengingat peran penting Indonesia dalam upaya menggagas berdirinya lembaga ini, maka wajar saja jika Indonesia duduk sebagai sekretaris jenderal. Namun keinginan itu juga dilandasi kondisi kekinian mengenai perkembangan zakat di Tanah Air.

Gerakan zakat di Indonesia sudah berkembang demikian pesat. Lahirnya UU Nomor 38 Tahun 1998 tentang Pengelolaan Zakat menunjukkan keseriusan pemerintah dan masyarakat dalam gerakan zakat.

"Nah, jika Indonesia terpilih sebagai sekretaris jenderal, dan sekretariat DZAT juga berada di Indonesia, maka akan memberikan nilai lebih dalam upaya semakin memajukan gerakan zakat di Indonesia," kata Arifin yang duduk sebagai Jawatan Kuasa Penaja pada DZAT.

Tugas utama sekjen adalah memajukan gerakan zakat di kawasan regional. Jika sekretariat berada di Indonesia dan sekjen berasal dari Indonesia, maka perbaikan gerakan zakat di tingkat regional akan tumbuh dan berkembang bersamaan dengan perbaikan gerakan zakat di Indonesia. Di dalam negeri, kata Arifin, pengelolaan zakat masih menghadapi beberapa persoalan. Masalah keorganisasian yang belum baik, kepercayaan publik terhadap lembaga zakat yang belum baik.

"Jadi persoalan-persoalan ini akan diperbaiki bersamaan dengan perbaikan manajemen pengelolaan zakat di tingkat regional. Kita dapat membangun bersama gerakan zakat di Asia Tenggara bersamaan dengan di Indonesia," kata Arifin yang juga Vice President Strategic Alliance Dompet Dhuafa.

Dalam kesempatan itu Arifin menjelaskan, dalam pelaksanaan konferensi kali ini, tentu ada beberapa isu berkembang yang akan dibahas, termasuk kemungkinan perubahan nama lembaga. Ada yang berharap namanya menjadi Dewan Zakat MABIMS, Majelis Agama Islam Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. MABIMS merupakan forum pertemuan tidak resmi para menteri agama keempat negara tersebut.

"Namun kita sangat berharap, lembaga tetap bernama Dewan Zakat Asia Tenggara," kata Arifin Purwakananta

Ditegaskan Arifin, Indonesia menjadi tuan rumah dalam konferensi ini karena memang amanat dari KZAT I 2006 di Kuala Lumpur. Sementara penunjukan Padang sebagai lokasi penyelenggaraan karena kota ini sudah ditunjuk sebagai Kota Percontohan Manajemen Zakat oleh pemerintah melalui Departemen Agama.

Menanti Sekjen Dewan Zakat Asia Tenggara

Oleh : Sunaryo Adhiatmoko

30-Okt-2007, 01:18:46 WIB - [www.kabarindonesia.com]
KabarIndonesia - Pelaksanaan Konferensi Zakat Asia Tenggara (KZAT) II yang berlangsung di Padang, Sumatera Barat (Sumbar) mulai Selasa (30/10) diharapkan dapat membentuk komposisi kepengurusan Dewan Zakat Asia Tengggara (DZAT). Indonesia sebagai negara penggagas, berharap dapat mengambil posisi sebagai sekretaris jenderal pertama.

Panitia Pengarah KZAT II, M Arifin Purwakananta menyatakan, konferensi ini akan membahas dua isu penting, yakni mengenai aspek manajemen dalam pengelolaan zakat dan pembentukan kesekretariatan, karena sejak dibentuk tahun lalu, lembaga ini belum mempunyai struktur organisasi baku.

"Salah satu agenda penting konferensi adalah membakukan kesekretariatan, termasuk lokasi kesekretariatan dan penunjukan sekretaris jenderal pertama. Indonesia selaku salah satu negara penggagas Dewan Zakat Asia Tenggara berharap dapat mengambil peran dengan menjadi sekretaris jenderal pertama," kata Arifin Purwakananta kepada wartawan di Hotel Bumiminang, Jalan Bundo Kandung, Padang, Senin (29/10).

KZAT II di Padang yang berlangsung mulai 30 Oktober hingga 3 November 2007, akan diikuti delegasi dari empat negara penggagas, yakni Indonesia, Malaysia, Brunai Darussalam dan Singapura. Sementara delegasi dari negara peninjau antara lain datang dari Australia, Jerman, Suriah dan Thailand. Total delegasi sekitar 300 orang.

Disebutkan Arifin Purwakananta, konferensi ini merupakan kelanjutan dari Konferensi Zakat Asia Tenggara I yang berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia, 13-15 Maret 2006. Konferensi Kuala Lumpur itu menghasilkan Deklarasi Zakat 2006 dan sekaligus membentuk Dewan Zakat Asia Tenggara (DZAT) sebagai organ penghubung institusi zakat dan masyarakat zakat di kawasan serumpun.

DZAT juga diharapkan menjadi majelis syuro terhadap masalah-masalah zakat, sekaligus penetap standarisasi manajemen zakat di wilayah nusantara. Sehingga pada akhirnya tercipta standar manajemen pengelolaan zakat yang baik dan dapat diterapkan secara global.

Peran Indonesia
Mengingat peran penting Indonesia dalam upaya menggagas berdirinya lembaga ini, maka wajar saja jika Indonesia duduk sebagai sekretaris jenderal. Namun keinginan itu juga dilandasi kondisi kekinian mengenai perkembangan zakat di Tanah Air.

Gerakan zakat di Indonesia sudah berkembang demikian pesat. Lahirnya UU Nomor 38 Tahun 1998 tentang Pengelolaan Zakat menunjukkan keseriusan pemerintah dan masyarakat dalam gerakan zakat.

"Nah, jika Indonesia terpilih sebagai sekretaris jenderal, dan sekretariat DZAT juga berada di Indonesia, maka akan memberikan nilai lebih dalam upaya semakin memajukan gerakan zakat di Indonesia," kata Arifin yang duduk sebagai Jawatan Kuasa Penaja pada DZAT.

Tugas utama sekjen adalah memajukan gerakan zakat di kawasan regional. Jika sekretariat berada di Indonesia dan sekjen berasal dari Indonesia, maka perbaikan gerakan zakat di tingkat regional akan tumbuh dan berkembang bersamaan dengan perbaikan gerakan zakat di Indonesia. Di dalam negeri, kata Arifin, pengelolaan zakat masih menghadapi beberapa persoalan. Masalah keorganisasian yang belum baik, kepercayaan publik terhadap lembaga zakat yang belum baik.

"Jadi persoalan-persoalan ini akan diperbaiki bersamaan dengan perbaikan manajemen pengelolaan zakat di tingkat regional. Kita dapat membangun bersama gerakan zakat di Asia Tenggara bersamaan dengan di Indonesia," kata Arifin yang juga Vice President Strategic Alliance Dompet Dhuafa.

Dalam kesempatan itu Arifin menjelaskan, dalam pelaksanaan konferensi kali ini, tentu ada beberapa isu berkembang yang akan dibahas, termasuk kemungkinan perubahan nama lembaga. Ada yang berharap namanya menjadi Dewan Zakat MABIMS, Majelis Agama Islam Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. MABIMS merupakan forum pertemuan tidak resmi para menteri agama keempat negara tersebut.

"Namun kita sangat berharap, lembaga tetap bernama Dewan Zakat Asia Tenggara," kata Arifin Purwakananta

Ditegaskan Arifin, Indonesia menjadi tuan rumah dalam konferensi ini karena memang amanat dari KZAT I 2006 di Kuala Lumpur. Sementara penunjukan Padang sebagai lokasi penyelenggaraan karena kota ini sudah ditunjuk sebagai Kota Percontohan Manajemen Zakat oleh pemerintah melalui Departemen Agama.

Konferensi Zakat Asia Tenggara II: Indonesia Harapkan Posisi Sekjen Pertama

Padang,

Pelaksanaan Konferensi Zakat Asia Tenggara (KZAT) II yang berlangsung di Padang, Sumatera Barat (Sumbar) mulai Selasa esok, diharapkan dapat membentuk komposisi kepengurusan Dewan Zakat Asia Tengggara (DZAT). Indonesia sebagai negara pengagas, berharap dapat mengambil posisi sebagai sekretaris jenderal pertama.

Panitia Pengarah KZAT II, M Arifin Purwakananta menyatakan, konferensi ini akan membahas dua isu penting, yakni mengenai aspek manajemen dalam pengelolaan zakat dan pembentukan kesekretariatan, karena sejak dibentuk tahun lalu, lembaga ini belum mempunyai struktur organisasi baku.

"Salah satu agenda penting konferensi adalah membakukan kesekretariatan, termasuk lokasi kesekretariatan dan penunjukan sekretaris jenderal pertama. Indonesia selaku salah satu negara penggagas Dewan Zakat Asia Tenggara berharap dapat mengambil peran dengan menjadi sekretaris jenderal pertama," kata Arifin Purwakananta kepada wartawan di Hotel Bumiminang, Jalan Bundo Kandung, Padang, Senin (29/10).

KZAT II di Padang yang berlangsung mulai 30 Oktober hingga 3 November 2007, akan diikuti delegasi dari empat negara penggagas, yakni Indonesia, Malaysia, Brunai Darussalam dan Singapura. Sementara delegasi dari negara peninjau antara lain datang dari Australia, Jerman, Syiria dan Thailand. Total delegasi sekitar 300 orang.

Disebutkan Arifin Purwakananta, konferensi ini merupakan kelanjutan dari Konferensi Zakat Asia Tenggara I yang berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia, 13 - 15 Maret 2006. Konferensi Kuala Lumpur itu menghasilkan Deklarasi Zakat 2006 dan sekaligus membentuk Dewan Zakat Asia Tenggara (DZAT) sebagai organ penghubung institusi zakat dan masyarakat zakat di kawasan serumpun.

DZAT juga diharapkan menjadi majelis syuro terhadap masalah-masalah zakat, sekaligus penetap standarisasi manajemen zakat di wilayah nusantara. Sehingga pada akhirnya tercipta standar manajemen pengelolaan zakat yang baik dan dapat diterapkan secara global.

Peran Indonesia

Mengingat peran penting Indonesia dalam uoaya menggagas berdirinya lembaga ini, maka wajar saja jika Indonesia duduk sebagai sekretaris jenderal. Namun keinginan itu juga dilandasi kondisi kekinian mengenai perkembangan zakat di Tanah Air.

Gerakan zakat di Indonesia sudah berkembang demikian pesat. Lahirnya UU Nomor 38 Tahun 1998 tentang Pengelolaan Zakat menunjukkan keseriusan pemerintah dan masyarakat dalam gerakan zakat.

"Nah, jika Indonesia terpilih sebagai sekretaris jenderal, dan sekretariat DZAT juga berada di Indonesia, maka akan memberikan nilai lebih dalam upaya semakin memajukan gerakan zakat di Indonesia," kata Arifin yang duduk sebagai Jawatan Kuasa Penaja pada DZAT.

Tugas utama sekjen adalah memajukan gerakan zakat di kawasan regional. Jika sekretariat berada di Indonesia dan sekjen berasal dari Indonesia, maka perbaikan gerakan zakat di tingkat regional akan tumbuh dan berkembang bersamaan dengan perbaikan gerakan zakat di Indonesia. Di dalam negeri, kata Arifin, pengelolaan zakat masih menghadapi beberapa persoalan. Masalah keorganisasian yang belum baik, kepercayaan publik terhadap lembaga zakat yang belum baik.

"Jadi persoalanpersoalan ini akan diperbaiki bersamaan dengan perbaikan manajemen pengelolaan zakat di tingkat regional. Kita dapat membangun bersama gerakan zakat di Asia Tenggara bersamaan dengan di Indonesia," kata Arifin yang juga Vice President Strategic Alliance Dompet Dhuafa.

Dalam kesempatan itu Arifin menjelaskan, dalam pelaksanaan konferensi kali ini, tentu ada beberapa isu berkembang yang akan dibahas, termasuk kemungkinan perubahan nama lembaga. Ada yang berharap namanya menjadi Dewan Zakat MABIMS, Majelis Agama Islam Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. MABIMS merupakan forum pertemuan tidak resmi para menteri agama keempat negara tersebut.

"Namun kita sangat berharap, lembaga tetap bernama Dewan Zakat Asia Tenggara," kata Arifin Purwakananta

Ditegaskan Arifin, Indonesia menjadi tuan rumah dalam konferensi ini karena memang amanat dari KZAT I 2006 di Kuala Lumpur. Sementara penunjukan Padang sebagai lokasi penyelenggaraan karena kota ini sudah ditunjuk sebagai Kota Percontohan Manajemen Zakat oleh pemerintah melalui Departemen Agama. (*)